Saya Arya Kitti, pemain biola, komponis, konduktor, dan pengajar musik. Aktivitas profesional saya saat ini meliputi bermain di Jakarta Concert Orchestra dan Jakarta Simfonia Orchestra sebagai pimpinan biola 2, dan anggota dari Jakarta SInfonietta. Selain itu, secara rutin menggelar pertunjukan musik kamar maupun resital biola di Bandung, menulis komposisi baru, bertindak sebagai direktur musik Acacia Youth String Orchestra, dan mempromosikan musik klasik di Kota Bandung.

Sebagai komponis, karya saya telah dikomisikan dan diperdanakan oleh orkestra dan musisi profesional tanah air, di antaranya Jakarta Concert Orchestra, Bandung Philharmonic, Jakarta Trio, serta Flutes & Friends. Karya yang saya tulis seringkali menarik inspirasi abstrak dari motif musik tradisional Indonesia yang kemudian diolah ke dalam palet ensambel non tradisional, menghasilkan entitas bunyi yang otentik, memiliki identitas Indonesia, namun unik baik untuk musik klasik maupun musik tradisional.

Dalam 9 tahun berkpirah di dunia musik dan orkestra Tanah Air, saya mendapati begitu banyak potensi yang tidak terduga. Itu sebabnya, selain berkarir sebagai pemain biola profesional, saya meluangkan begitu banyak waktu untuk membangun dan membina orkestra komunitas di Bandung, Acacia Youth String Orchestra (AYSO), sekaligus membangun ekosistem musik klasik di Bandung dalam prosesnya. Melalui pelatihan rutin dua kali dalam seminggu, AYSO yang sebagian besar berisi pemain amatir mampu memberikan pertunjukan musik yang meyakinkan, berkesan, mengandung pesan, dan mencapai standar penampilan juga artistik yang profesional.

Tidak seperti orkestra Indonesia pada umumnya, program kerja AYSO sangat berorientasi terhadap perkembangan musisi, audiens, dan komunitas. Hal tersebut dinyatakan dalam program tahunannya, antara lain konser musik anak dengan narasi dan ilustrasi, konser outreach di Museum Geologi Bandung, lokakarya musik dan alat gesek, penampilan di ruang publik, juga konser utama dengan program yang artistik dan mengandung musik-musik yang belum lazim diperdengarkan di Indonesia. Perlu dicatat bahwa seluruh program dapat diikuti secara cuma-cuma atau dengan harga yang sangat terjangkau, karena kami percaya, semua orang berhak menikmati musik klasik. AYSO juga secara rutin mengkomisikan dan memperdanakan karya-karya komponis muda Bandung seperti M. Aji Priandaka, Guntario Cahyani, dan Filipus Wisnumurti, dan secara aktif menampilkan karya-karya lokal. Kami juga selalu menghadirkan pertunjukan yang ‘aksesibel dalam hal pengalaman’ bagi audiens awam, memastikan keberjalanan konser terasa menyenangkan bahkan bagi orang-orang yang baru pernah datang ke konser musik klasik untuk pertama kalinya. Kami tidak memilih antara idealisme musik atau kepuasan audiens; keduanya sebisa mungkin berjalan bersamaan.

Skema musik klasik Indonesia saat ini diwarnai oleh begitu banyak pertunjukan dengan kualitas musisi dan penampilan yang sangat baik, sesuatu yang sulit untuk dibayangkan 10 tahun silam. Namun, saya melihat, akan terbentuk jurang antara musik dengan apresiatornya; publik berada pada dimensi yang jauh berbeda dari musik yang ditampilkan. Sebagai buah dari sebuah peradaban, musik tidak dapat hidup tanpa kehadiran pendengarnya. Layaknya perkembangan sebuah peradaban terpampang dalam keseniannya, musik juga harus merespon dan direspon oleh masyarakat. Ketika ini tidak berhasil dilakukan, akan terjadi kesenjangan antara masyarakat dengan musik klasik, menghasilkan stigma ‘musik eksklusif’.

Saya memiliki keinginan kuat untuk ikut membangun ekosistem musik klasik yang sehat, yang memungkinkan musisi dan audiens berada pada pemahaman tertentu, sehingga memungkinkan adanya ‘perbincangan’ dalam pertunjukan musik klasik. Dengan kata lain, mewujudkan ekosistem musik klasik yang inklusif. Dua hal yang saya kira dapat mewujudkan hal itu adalah pelatihan musik secara berkualitas serta aksesibel untuk publik dari kalangan manapun, dan mengajak masyarakat serta musisi untuk mencintai karya-karya komponis Indonesia. Dua hal ini dapat ditunjang dengan ketersediaan pelatih dan pengaba yang mumpuni, mendorong dan menampilkan karya komponis lokal secara profesional, dan memberikan ruang bagi musisi dan komponis untuk berkarya tanpa tekanan kepentingan di luar musik dan komunitasnya, secara perlahan membentuk identitas musik klasik Indonesia. Dengan membangun komunitas musik klasik dari akar rumput, saya berharap Indonesia memiliki masa depan musik klasik yang dicintai oleh masyarakatnya dan Indonesia memiliki musik klasiknya tersendiri.